Anyaman Ketak Kampung Zakat Longserang Timur Tembus Jepang dan Belanda

By Abdi Satria


nusakini.com-Lombok Barat-Satu tahun setelah Dusun Longserang Timur, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditetapkan sebagai salah satu dari 15 lokasi pilot project Kampung Zakat oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag, masyarakatnya mulai berdaya secara ekonomi. Salah satunya, ditandai dengan kemampuan masyarakat di dusun ini untuk mengekspor kerajina anyaman ketak ke Jepang dan Belanda.  

Hal ini diutarakan oleh tenaga dari BAZNAS Pusat Muhammad Daud. Ia merupakan salah satu pendamping masyarakat di Kampung Zakat Dusun Longserang Timur. “Sebelumnya,hasil kerajinan masyarakat hanya di dijual di pasar lokal. Berkat pembinaan program kampung zakat, pemasaran mulai meluas hingga Jakarta bahkan hingga ke luar negeri,” kata Daud sambil menyusuri Dusun Longserang Timur, belum lama ini.

Kerajinan ketak Lombok adalah salah satu kerajinan tangan yang dibuat dari bahan dasar tanaman yang disebut Ketak. Tanaman ini merupakan keluarga paku–pakuan yang biasanya menjalar pada tanaman induk.  

BAZNAS sendiri, dikatakan Daud memiliki dua kelompok binaan pengrajin, masing-masing beranggotakan sepuluh dan dua puluh orang. Dalam satu bulan, rata-rata tiap kelompok bisa menghasilkan 50 buah souvenir, bergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan anyaman ketak itu sendiri. 

Daud menambahkan, warga yang mengikuti program ini merupakan ibu rumah tangga dari masyarakat ekonomi lemah, termasuk para janda di daerah tersebut. “Harapan kami, lewat pendampingan yang dilakukan melalui kampung zakat, masyarakat punya kemandirian ekonomi,” harapnya. 

Program ekonomi ini menurut Daud awalnya sempat tersendat, terutama diakibatkan gempa bumi berkekuatan 6,4 SR yang melanda pulau lombok bulan Juli 2018 lalu. Setelah gempa bumi, lembaga-lembaga zakat di sana kemudian sepakat untuk fokus pada recovery pasca gempa, terutama pembangunan rumah tidak layak huni (Rutilahu) bagi masyarakat miskin.  

Semua program dijalankan dengan cara dicicil, setelah penyelesaian Rutilahu ini dianggap cukup, pemberdayaan ekonomi kemudian mulai dijalankan. Selain anyaman ketak, program di bidang ekonomi ini juga memberdayakan petani gula aren dan pedagang kecil.

Kepala Dusun Longserang Timur Muhammad Ramli, mengapresiasi keberadaan program Kampung Zakat ini karena mampu meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakatnya.  

“Setelah ada kampung zakat, masyarakat kecil yang menjadi pengrajin anyaman ketak terbantu terutama terkait dana, jadi tidak lagi mencari pinjaman,” ujarnya kepada Kemenag saat menyambangi kampung tersebut.

Dulu, ia menambahkan, pengrajin di daerah itu sangat tergantung pada pengepul sebagai pemberi modal dan bahan baku. Setelah ada bantuan dana melalui program Kampung Zakat keuntungan yang didapat oleh pengrajin bisa lebih besar dari pada sebelumnya. Oleh karena itu program kampung zakat menurutnya, menambah kemandirian para pengrajin karena tidak lagi tergantung kepada pemilik modal dan bahan baku. 

Kampung Zakat ini dilaunching pada Musyawarah Nasional Forum Zakat (FoZ) di Lombok, pada 1-3 Februari 2018 yang dihadiri Gubernur NTB, Menteri Agama, dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ketika itu, bersama pengurus organisasi pengelola zakat se-Indonesia. 

Kampung Zakat merupakan sebuah program kolaborasi antara Kementerian Agama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ). Program ini bertujuan untuk memberdayakan kaum dhuafa melalui pemanfaatan dana zakat. Pilot project program kampung zakat dilaksanakan di daerah tertinggal dengan memberi manfaat perubahan bagi peningkatan ekonomi mustahik.  

Program kampung zakat dimulai tahun 2018 dan 2019 dimana setiap lokasi mendapatkan bimbingan selama tiga tahun sebelum dilepas menjadi desa mandiri.(p/ab)